Senin, 13 Juni 2011

Sudah begitu parahkah HIV di Bumi Papua??

Dinkes Kota Wacanakan Perda Penanggulangan HIV-AIDS

JAYAPURA-Sebagai bentuk keprihatinannnya terhadap meningkatnya kasus HIV-AIDS, Dinas Kesehatan (Dinkes)Kota mewacanakan perlunya Kota Jayapura memiliki Perda tentang upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS.
Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Jayapura, Hermanus Arwam, SKM. M.Kes mengungkapkan, kasus HIV-AIDS di Kota jayapura perlu mendapat mendapatkan perhatian seluruh stakholder di Kota Jayapura. "Kami dari Dinkes terus berupaya melakukan pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS untuk mengupayakan agar kasus ini bisa tercapai zero prevelansi, termasuk kasus TBC," ungkapnya kepada Cenderawasih Pos usai menghadiri seminar PKL Mahasiswi program khusus D3 Kebidanan Port Numbay di Aula Dinas Perkebunan Provinsi di Kotaraja, baru-baru ini.
Dikatakan, persoalan HIV-AIDS ini merupakan persoalan yang kompleks sehingga penanggannya harus dilakukan secara integral dan terpadu yang melibatkan semua stakholder.
Selain itu juga, menjamurnya tempat-tempat hiburan seperti bar dan panti pijat serta kegiatan prostitusi terselubung diakuinya ikut berkontribusi terhadap penyebaran HIV-AIDS. Namun di sisi lain juga, tempat tersebut ikut memberikan kontribusi terhadap PAD.
"Saya mengusulkan kedepan Kota Jayapura harus memiliki Perda penanggulangan HIV-AIDS serta perlunya pembatasan izin usaha tempat-tempat hiburan. Sedangkan tempat-tempat hiburan yang sudah ada ini perlu dilakukan pengawasan secara melekat oleh instansi-instansi terkait supaya tempat tersebut tidak disalahfungsikan," harapnya.
Sementara itu, Direktur Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat (YPKM) Papua., Drs. T.G. Butar-Butar, M.Kes, mengatakan bahwa ditemukannya kembali kasus HIV menandakan pemerintah mulai dari tingkat pusat, provinsi sampai Pemerintah Kota Jayapura tidak jelas dalam kebijakan penanganan virus itu. "Seharusnya setiap bulan tidak ditemukan kasus HIV, tapi justru setiap bulan ada kasus HIV dan ini berbahaya sekali. Sejauh ini, pemerintah hanya mengejar jumlah kasus HIV-AIDS saja dan bagaimana pengobatan terhadap mereka yang terinfeksi virus itu, sedangkan persoalan perawatan dan pendampingannya tidak dilakukan," terangnya.
Anehnya menurut Butar-Butar tanggungjawab perawatan dan pendampingan itu diberikan kepada LSM dan pemerintah kurang bahkan tidak memberikan dukungan dana kepada LSM-LSM peduli HIV-AIDS. Hal lain yang menurutnya prihatin yaitu Perda Kota Jayapura No 7 Tahun 2006 tentang penanganan HIV-AIDS, tidak tegas didalam pelaksanaannya khususnya dalam penegakan penertiban tempat hiburan malam, dan restoran, termasuk promosi kondom dan upaya lainnya. (mud/nls/nat)

Sabtu, 11 Juni 2011

Media online Filipina, Asia News Network (ANN), melansir laporan dua wisatawan asal Fhilipina diperlakukan dengan tak senonoh di Bandara Ngurah Rai, Bali. Berita tersebut ditulis oleh Philip C. Tubeza tanggal 6 Juni 2011.

Tubeza mengawali kalimat dalam pemberitaan tersebut dengan mengimbau. “Jika Anda seorang wanita Filipina mengharapkan untuk berlibur ke Bali secara menyenangkan, maka berhati-hatilah."

Selanjutnya, Tubeza menjelaskan bahwa peristiwa tak manusiawi menimpa dua wanita asal Filipina. Petugas Imigrasi Ngurah Rai memeriksa keduanya dengan cara diminta telanjang. Bukan hanya itu, para petugas tersebut menyentuh bagian terlarang dua wanita Filipina tersebut.

Menariknya, sekalipun dalam pemeriksaan awal melalui mesin pemindai tubuh tidak ada tanda-tanda yang mencurigai jika keduanya membawa narkoba, petugas tetap menggiring mereka ke ruang khusus pemeriksaan. Setelah hasilnya nihil, kedua wanita tersebut protes. Namun oleh petugas dinyatakan jika hal itu sudah sesuai prosedur, sembari menyebutkan jika keduanya adalah wanita cantik.

ANN juga menjelaskan bahwa kejadian tersebut bukan pertama yang menimpa turis perempuan dari Filipina. Sebelumnya, seorang wanita Filipina juga mengalami nasib yang sama yakni sekitar April 2011. Modusnya sama, disuruh telanjang di ruang gelap.

Serentetan kejadian ini telah menimbulkan trauma mendalam bagi wisatawan Filipina yang hendak datang ke Bali. Para korban mengadukan hal tersebut ke Deplu Filipina. Kejadian ini sedang ditangani oleh Departemen Luar Negeri Filipina.

"Filipina dan Indonesia bersahabat secara mendalam dan hangat. Perilaku tidak profesional dan tidak etis dari beberapa agen imigrasi di Bali terhadap wisatawan Filipina harus segera diperbaiki karena berbau profil ras atau etnis, sesuatu yang tak terduga dari seorang sahabat sejati seperti Indonesia," kata ANN mengutip pernyataan seorang pejabat Deplu Fhilipina, setelah menerima pengaduan tersebut.

Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Imigrasi Ngurah Rai, Felix, saat dikonfirmasi soal ini membenarkan bahwa ada turis Filipina yang ditelanjangi. Namun ia menjelaskan, pemeriksaan tersebut sudah sesuai standar. “Hasil pemeriksaan melalui alat, petugas mencurigai ada benda asing. Makanya kami bawa ke ruangan tertutup. Dijamin tidak ada kamera, dan yang menggeledah itu petugas wanita,” ujarnya, Kamis 9 Juni 2011.

Saat ditanya keluhan ditelanjangi, Felix menegaskan bahwa cara itu sesuai dengan prosedur. Imigrasi Ngurah Rai tidak mau kecolongan untuk yang kesekian kalinya. Banyak pengedar narkoba yang masuk ke Bali dengan cara menelan, menyimpannya dalam kemaluan dan modus lainnya.

Saat itu petugas juga sudah menjelaskan prosedur tersebut dan yang bersangkutan tidak keberatan. Terkait dengan tidak ditemukan barang bukti dalam tubuh wisatawan asal Fhilipina tersebut, Felix mengaku ini sudah konsekuensi pemeriksaan.

Pengalaman sebelumnya membuktikan banyak sekali wanita asal Fhilipina yang memasok narkoba ke Bali dengan modus yang sama. Apalagi, sebelum ke Bali, penumpang yang bersangkutan transit di Thailand. "Ini akan menimbulkan kecurigaan yang besar," kata Felix.
SELAMATKAN HIDUPMU, KATAKAN TIDAK PADA NARKOBA